HABADAILY.COM – Otoritas Jasa Keuangan menepis anggapan sejumlah pihak bahwa transaksi bursa karbon di Indonesia sangat sepi.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menerangkan, sedikitnya terdapat 62 pengguna jasa yang mendapatkan izin perdagangan karbon dengan volume 608.000 ton CO2 ekuivalen dan akumulasi nilai transaksi senilai Rp36,67 miliar.
Baca juga: OJK: Hasil Transaksi Bursa Karbon Masih Jauh dari Potensi
Namun demikian, faktanya akumulasi transaksi senilai Rp 36,67 miliar tersebut baru sebesar 1 persen dari target potensi nilai kredit karbon di Indonesia yang mencapai Rp 3.000 triliun, seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman optimistis bursa karbon akan terus berkembang dan membantu Indonesia, baik dari ekonomi ataupun mencapai target Net Zero Emission (NZE).
"Pengguna jasa bursa karbon saat ini juga telah bergerak dari 16 pada hari ini pertama. perdagangan menjadi hampir 70 pengguna jasa saat ini," ujar Iman.
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon, Bursa Karbon menyediakan sistem perdagangan yang transparan, teratur, wajar, dan efisien.
Selain itu, bursa karbon juga memberikan mekanisme transaksi yang mudah dan sederhana, yang saat ini, terdapat empat mekanisme perdagangan IDXCarbon, di antaranya Auction, Regular Trading, Negotiated Trading, dan Marketplace.
Bursa karbon terhubung dengan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga mempermudah administrasi perpindahan unit karbon dan menghindari double counting.
Saat ini, supllier karbon di RI sendiri juga masih terbatas berasal dari PT PLN Nusantara Power dan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) yang berasal dari sektor energi. []
Sumber: Liputan 6