
Masyarakat di Desa Sedie Jadi, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menggelar kegiatan Silaturahmi Kebangsaan.
Silaturahmi tersebut mempertemukan para pihak yang terdampak konflik Aceh 20 tahun silam, bertempat di halaman kantor desa setempat. Selasa, 29 Maret 2022.
Acara yang dihadiri ratusan orang itu menjadi puncak dari rangkaian proses panjang yang telah ditempuh selama 2,5 tahun terakhir. Sejak 2019, KontraS Aceh melakukan serangkaian pendekatan dengan masyarakat dari tiga desa di Bener Meriah, yakni Desa Pilar Jaya dan Desa Sedie Jadi di Kecamatan Bukit, serta Desa Makmur Sentosa di Kecamatan Bandar.
Hal itu diungkapkan Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra dalam pres relrasenya, Selasa (29/3), kepada Habadaily.com.
Kata Hendra, Desa Sedie Jadi merupakan satu di antara sejumlah desa terdampak konflik Aceh, antara gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI. Di Gayo, konflik tersebut merembet jadi benturan horizontal antar sesama masyarakat.
"Pada Juni 2001 silam, konflik mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materi terhadap masyarakat di desa Sedie Jadi," katanya.
Menurutnya, meskipun konflik Aceh secara resmi berakhir sejak penandatanganan kesepakatan damai dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan GAM pada 15 Agustus 2005, namun butuh waktu panjang untuk memulihkan relasi sosial antar masyarakat yang sempat didera perpecahan, khususnya di bumi Gayo.
Seiring waktu, sebut Hendra, situasi sosial di Bener Meriah berangsur pulih. Namun upaya pemenuhan hak para penyintas konflik harus tetap menjadi perhatian utama. Selain pengungkapan kebenaran atas apa yang terjadi di masa lalu, selanjutnya perlu dijalin rekonsiliasi antara para pihak yang pernah terlibat dalam konflik tersebut.
"Hal ini dilakukan semata-mata untuk pembelajaran akan pentingnya merawat perdamaian, mengembalikan situasi sosial di masyarakat harmonis seperti sedia kala, serta mencegah hal serupa terulang lagi di kemudian hari," jelasnya.
Ia mengatakan, dalam upaya menjajaki rekonsiliasi, lebih dulu diadakan pertemuan di level komunitas masyarakat desa. Pertemuan ini untuk menggali informasi mengenai situasi warga baik ketika konflik maupun pasca damai, terutama soal dampak-dampak yang mereka alami.
Hendra menjelaskan, peristiwa di Sedie Jadi (yang lebih dikenal dengan Peristiwa Kresek) terungkap melalui rangkaian pertemuan tersebut. Peristiwa 21 tahun silam ini, menurut informasi warga, melibatkan kalangan kombatan. Sejak itu, pendekatan terhadap kedua pihak –mantan kombatan dan perwakilan warga— berlangsung kian intensif.
Dalam hal ini, tambahnya, silaturahmi terjalin antara mantan kombatan yang diwakili Fauzan Azima, dengan Suterisno selaku perwakilan masyarakat Kampung Sedie Jadi.
"Berangkat dari kesadaran akan pentingnya menjalin kembali silaturahmi, para pihak sepakat untuk duduk bersama, menyatakan dukungan terhadap penguatan perdamaian dan merawatnya untuk pembelajaran bagi anak cucu, bahwa situasi damai saat ini sangat mahal harganya dan penting dijaga sampai kapan pun,"tukas Hendra.