HABADAILY.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui empat rancangan undang-undang (RUU) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 pada rapat paripurna, Kamis lalu (30/9/2021). Dua di antaranya adalah RUU KUHP dan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
RUU KUHP merupakan satu dari sejumlah RUU yang gagal disahkan pada penghujung masa kerja DPR periode 2014-2019 setelah mendapatkan protes besar dari masyarakat sipil dan mahasiswa pada September 2019. Protes terjadi di sejumlah daerah di Indonesia dan memakan korban setidaknya lima mahasiswa meninggal.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, ada lebih dari 20 pasal yang mengancam kebebasan pers dan dapat mengkriminalkan jurnalis dalam menjalankan fungsinya, serta mengancam demokrasi.
Di antaranya Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden; Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah; Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa; Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong; Pasal 263 tentang berita tidak pasti; Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan; Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama; Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara; Pasal 440 tentang pencemaran nama baik; Pasal 444 tentang pencemaran orang mati.
“Sedangkan UU ITE dianggap masih menjadi momok kekerdekaan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia,” ujar Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim dalam keterangan resminya, Selasa (5/10/2021).
Koalisi Serius Revisi UU ITE yang merupakan kolaborasi 24 organisasi masyarakat sipil termasuk AJI, menganalisis bahwa ada delapan pasal bermasalah yang membelenggu ruang kebebasan berekspresi. Beberapa di antaranya yaitu:
Pertama, Pasal 27 ayat 3 tentang defamasi atau pencemaran nama baik. Pasal ini menjerat Pemimpin Redaksi Metro Aceh Bahrul Walidin pada 24 Agustus 2020, dan Tuah Aulia Fuadi, jurnalis Kontra.id di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.