Menurut Shabda, Annisa bekerja pada majikannya sejak 2017 November akhir hingga Juli 2019. Kemudian dikabur dari rumah majikannya untuk menyelamatkan diri setelah mengalami penganiaan yang sangat berat di bagian kepala dan di mata. Dalam upaya kabur, Annisa dibantu oleh warga negara Malaysia, yang kemudian mengantarkannya ke kantor Polisi setempat.Namun kebetulan, majikannya juga aparat penegak hukum di sana, sehingga Annisa dicoba untuk dipulangkan ke Aceh melalui jalur ilegal.
“Namun beruntung, sebelum diseludupkan ke Aceh, Annisa sempat bertemu dengan Diana, cleaning service hotel, orang Jawa di Malaysia. Kemudian Annisa menghubungi keluarganya di Aceh di Aceh. Dia hapal nomor keluarganya di Aceh, yang kemudian oleh keluarga ini menghubungi Komunitas Aceh di Malaysia dan Komunitas Aceh di Malaysialah yang kemudian membantu dan mebawa Annisa ke KBRI,” jelas Shabda.
Oleh KBRI, kemudian melakukan penulusuran alamat majikan, dan membuat laporan polisi atas dugaan perdagangan orang dan penganiayaan berat. Atas dasar itu polisi sangat keras menghadapi hal ini, dan segera melakukan penangkapan untuk menahan majikannya.
Selain itu, KBRI juga melayangkan nota diplomatik keras, dan cukup prihatin kepada kepemerintahan Malaysia, karena pelaku adalah seorang penegak hukum.
“Alhamdulillah Pemerintah Malaysia melakukan respon yang sangat positif, memberikan kerjasama yang sangat baik, memberikan rumah perlindungan yang baik kepada Annisa dan selama proses sidang, Annisa dipelihara oleh rumah perlindiungan Malaysia, kalua kita di sini Gugus Tugas Traffiking Manusia,” jelas Shabda.
Selain itu, kata Shabda, selama proses persidangan, Annisa diperkenankan untuk pulang ke Indonesia sesuai dengan keinginannya. Pemerintah Indonesia, KBRI Kuala Lumpur, Pemerintah Aceh, BP3TKI akan terus melakukan perlindungan bagi korban.