
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga melakukan skrining atau penjaringan kesehatan untuk para remaja dan dewasa yang mengalami gangguan jiwa, seperti kecemasan berlebihan. “Untuk remaja berumur 15 hingga 18 tahun akan diberikan formulir Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). Sementara untuk orang berumur 18 tahun ke atas, maka akan diberikan formular.
Kepala Puskesmas Kuta Cot Glie yang juga penggagas awal Pusat Rehabilitasi Kesehatan Jiwa Masyarakat ‘Balee Cot Rang’, NS Syukriyah SKep MKM menjelaskan, cikal bakal pusat rehabilitasi ini berawal sejak tahun 2005 atau pascatsunami 2004.
“Saat itu saya berstatus sebagai perawat jiwa yang direkrut dan diberikan pelatihan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh Besar bekerja sama dengan NGO lainnya,” katanya.
Setelah itu, sebut Syukriyah, pihaknya mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa itu Desa Siaga Sehat Jiwa. “Kami perawat punya inisiatif memberikan pelatihan untuk kader yang dibiayai oleh NGO. Bahkan, ada kader-kader yang secara sukarela mengumpulkan dana untuk pelatihan,” ujarnya.
Syukriyah menambahkan, besarnya dukungan dan kesadaran dari masyarakat setempat terkait penanganan masalah kejiwaan, membuat inisiatif tersebut berjalan sukses dan mulai mengadvokasikan program tersebut ke berbagai instansi pemerintah terkait. “Walaupun nggak ada dana, kader itu punya iuran dan inisiatif sendiri. Semangat seperti inilah yang akhirnya membuat Puskesmas Kuta Baro menjadi role model-nya Aceh dan Indonesia,” sebutnya.
Di tahun 2009, kata Syukriyah, pusat rehabilitasi sudah mulai menerima tamu seperti perawat, dokter, dan pejabat pemerintah dari seluruh Indo nesia yang datang untuk melihat sejauh mana peran pusat rehabilitasi di dalam program kesehatan jiwa di Aceh Besar.
“Kami memang jam terbangnya itu malam. Tujuan kita sebenarnya adalah agar masyarakat paham tentang kesehatan jiwa dan tahu cara mengatasi kasus pasien gangguan jiwa yang mengamuk, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya. Itu yang penting,” kata Syukriyah.
Sementara bagi pasien sendiri, pihaknya memfasilitasi kemampuan dan keterampilan sesuai dengan yang mereka kuasai, seperti kerajinan tangan. “Misalnya kalau dia bisa memasak, kita akan menyediakan tempat memasak. Ada juga yang bisa membuat kerajinan tangan seperti bunga, menjahit, atau merajut, kita fasilitasi,” tuturnya.