Ratusan Seniman dan Budayawan Aceh Tolak Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024

October 3, 2024 - 22:20
Para seniman dan budayawan Aceh saat membedah Rancangan Qanun (Raqan) Aceh Tentang Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024 yang diusulkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh. [Dok. Ist]
3 dari 3 halaman

SUKAT menyoroti tantangan berat yang dihadapi Pj Gubernur Safrizal dalam memperbaiki Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) Aceh. SUKAT menyebutkan bahwa pada tahun 2020, IPK Aceh berada di angka 52,61%. 

“Angka ini menunjukkan bahwa pembangunan kebudayaan di Aceh masih jauh di bawah rata-rata nasional. Meskipun Aceh memiliki potensi kebudayaan yang besar, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, baik dari aspek pelestarian, ekonomi, maupun partisipasi masyarakat,” jelas Taqiyuddin Muhammad, budayawan Aceh dari MAPESA, yang ikut menyatakan penolakan. 

Dia juga menambahkan bahwa angka tersebut mencerminkan lemahnya dukungan Pemerintah Aceh terhadap kebudayaan dan keberagaman ekspresi budaya di Aceh.

Oleh karena itu, SUKAT mendesak Pemerintah Aceh dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengevaluasi kinerja Disbudpar, terutama agar dinas ini lebih berpihak pada pengembangan ekosistem kebudayaan Aceh yang telah mengalami kemunduran selama 30 tahun terakhir. Tungang juga mengkritik kelemahan metodologis dalam penyusunan Pokok-Pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) oleh Disbudpar yang dijadikan acuan dalam menyusun Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024. 

"Jika dokumen yang cacat itu dijadikan acuan dalam membangun kebudayaan Aceh, maka Raqan Pemajuan Kebudayaan akan gagal dari awal,” tegasnya.

Sebagai informasi, Rancangan Qanun Aceh tentang Pemajuan Kebudayaan Aceh Tahun 2024 merupakan turunan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang diinisiasi oleh Banleg DPRA Periode 2019–2024 dan Pemerintah Aceh.

Forum Suara untuk Kebudayaan Aceh yang Terarah (SUKAT): Tikar Pandan, Labs Aceh Rakitan, Aceh Documentary, Majelis Seniman Aceh, Telaga Art Space, Aceh Bergerak, Sejagat Rangkang Seni Jauhari – GSJ, Lembaga Seuramoe Budaya, Masyarakat Peduli Sejarah Aceh, Seueng Samlakoë, Kanot Bu Ekosistem, Dewan Kesenian Banda Aceh, Teater Rongsokan, Apotek Wareuna, Masyarakat Pernaskahan Nusantara – Aceh, Asosiasi Tradisi Lisan Cab. Aceh, KSBN Aceh, Katagamba, Markas Sinobi, ⁠Akarimaji, Komunitas Saleum, Komunitas Basajan, Komunitas Beulangong Tanoh, Komunitas Gayo Prasejarah, Komunitas Desember Kopi, KKS Jantho, The Gayo Institute (TGI), Sanggar Kuta Dance Teater, Aseti Sceh  (Asosiasi Seniman Tari Indonesia), Seuramoe Teater Aceh ( STA ), Central Culture Simeulue, HipHop NAD Syndicate, Kamp Kulu, ⁠Terace Launge Sabang, Bersabtu Kita Teguh, Khali Tunggal, Forum Peduli Sejarah Islam, dan Ruang Tumbuh. 

Selain dari komunitas, penolakan juga disuarakan ratusan seniman dan budayawan Aceh. []

© 2025 PT Haba Inter Media | All rights reserved.