Ratusan Seniman dan Budayawan Aceh Tolak Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024

Dari segi substansi, SUKAT menilai Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024 sangat berbahaya. Sebagai contoh, raqan tersebut tidak memperhitungkan warisan budaya sebagai bagian integral dari alam dan mengabaikan perspektif ekologis dalam upaya pemajuan kebudayaan.
Selain itu, terdapat ketidakjelasan dalam pembagian wewenang antara Badan Pemajuan Kebudayaan dan Dinas Kebudayaan terkait tata kelola cagar budaya.
“Ini bisa membuka peluang untuk penggelapan aset cagar budaya,” tambah koordinator SUKAT, Tungang Iskandar.
SUKAT meminta agar DPR Aceh dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengembalikan Raqan tersebut kepada Disbudpar untuk diperbaiki sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik, keadilan, dan inklusivitas.
Alasan lain di balik penolakan SUKAT adalah karena raqan ini tidak berpihak pada ekosistem dan sumber daya kebudayaan Aceh. "Qanun ini tidak disusun untuk kemajuan dan kepentingan kami," tegas Tungang, "tetapi lebih menguntungkan pelaku bisnis."
Dia juga menambahkan bahwa raqan ini berpotensi mengarah pada pemborosan anggaran. “Disbudpar adalah salah satu SKPA terbesar dalam mengelola APBA Aceh. Kalau digabung, dalam 5 tahun terakhir Disbudpar mengelola anggaran mencapai setengah triliun rupiah, tetapi tata kelola mereka jauh dari yang diharapkan,” katanya, sembari menyoroti fakta bahwa Disbudpar sering kali memiliki SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahunan yang signifikan.
SUKAT memberikan contoh, pada tahun 2022, realisasi anggaran Rp198 miliar dari total anggaran Rp206 miliar, dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) sekitar Rp8,9 miliar. Sementara itu, pada tahun 2023, realisasi anggaran sebesar Rp128,2 miliar dari anggaran Rp130,7 miliar, dengan Silpa sekitar Rp2,5 miliar.
Dalam siaran persnya, SUKAT juga mengkritisi pernyataan Pj Gubernur Aceh, Safrizal saat menyampaikan pandangan Pemerintah Aceh mengenai Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024 dalam rapat paripurna DPR Aceh.
Menurut SUKAT, Raqan ini hanya akan menjadi landasan yang kuat jika disusun melalui partisipasi yang bermakna dan secara substansi mewakili kepentingan ekosistem serta sumber daya manusia kebudayaan dalam arti yang luas.