HABADAILY.COM – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bireuen mendukung rancangan modul ajar Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang tengah disusun Universitas Almuslim Bireuen bekerja sama dengan Aceh Wetland Foundation (AWF).
Direktur Eksekutif AWF, Yusmadi Yusuf, Kamis (6/6/2024) mengatakan, silabus tersebut bertujuan untuk menguatkan peran dan kesadaran masyarakat terhadap fungsi habitat rawa Paya Nie, satu kawasan lahan basah di Bireuen.
Sejauh ini, modul tersebut sudah diuji publik pada Rabu lalu di Aula Disdikbud Bireuen, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024.
“Kami siap memfasilitasi para guru dan siswa untuk belajar tentang habitat rawa Paya Nie,” ujarnya.
Kepala Disdikbud Bireuen, Muslim mengatakan modul pendidikan lingkungan hidup tersebut sangat bermanfaat untuk mengenalkan lingkungan hidup, khususnya habitat lahan basah kepada para siswa di tingkat sekolah dasar.
Menurutnya, bentang alam rawa Paya Nie adalah kawasan dengan fungsi lindung yang tidak bisa dialihfungsikan untuk pertanian maupun perkebunan. Ia menyebut Paya Nie “kekayaan alam yang tak tertandingi”.
“Kami sangat sepakat untuk memperkenalkan habitat rawa Paya Nie sebagai lokasi edukasi untuk pendidikan lingkungan hidup,” kata Muslim.
Terkait itu, ia mengimbau seluruh kepala sekolah dasar di Bireuen agar mempraktikkan modul ajar ini untuk para siswa.
“Saya juga meminta Kabid SD dan Kabid TK/PAUD agar membawa anak-anak mengenal rawa Paya Nie,” pintanya.
Modul Bisa Langsung Dipakai
Ketua Tim Penyusun Silabus, Cut Azizah memaparkan, modul ajar ini disusun dengan tema ‘Sekolah Alam Paya Nie’ yang sudah disetujui oleh Kadis Pendidikan Bireuen.
Cut Azizah juga mengatakan, bahwa Rawa Paya Nie adalah habitat lahan basah yang sedang menghadapi ancaman serius dari perubahan fungsi. Awalnya rawa ini memiliki luas 300,14 hektare, namun saat ini hanya tersisa 262 hektare.
Melalui saluran edukasi, Cut Azizah meyakini masyarakat akan lebih peduli terhadap perlindungan rawa Paya Nie. “Program edukasi ini akan membantu menggalakkan aksi konservasi rawa Paya Nie,” ujar pakar manajemen lingkungan ini.
Dia menjelaskan bahwa habitat Paya Nie kaya akan keanekaragaman hayati dan spesies burung air. Selain itu, juga menjadi kawasan resapan air yang mampu menampung sekitar 600 juta meter kubik air. Karena itu, habitat lahan basah ini sangat relevan sebagai lokasi edukasi lingkungan hidup bagi para siswa.
“Kita ingin anak-anak di Bireuen memiliki pengetahuan tentang lahan basah. Jangan sampai kita hanya tahu tentang lahan basah di negara lain, padahal ada lahan basah penting di sekitar kita,” katanya.
Anggota Tim Penyusun Silabus, Misnar, mengaku optimis modul ajar tersebut bisa langsung dipakai di sekolah. “Modul ini ready to use," ujarnya.
Silabus ini menekankan kompetensi awal yang harus dimiliki peserta didik sebelum mempelajari modul ini, yaitu kemampuan menganalisis kekayaan alam berbasis kearifan lokal. Sistem pembelajarannya dilakukan berbasis siswa.
Modul ini juga meliputi empat dimensi yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, mandiri, kolaborasi, dan bernalar kritis. Misnar menambahkan bahwa target dari pembelajaran ini adalah agar siswa mampu merancang dan melaksanakan mini research komprehensif tentang rawa air tawar.
“Mencakup analisis mendalam terhadap komposisi mineral tanah, dokumentasi lengkap tentang ekosistem di berbagai zona air tawar, serta perbandingan yang teliti antara karakteristik vegetasi di wilayah rawa dalam dan tepi sungai,” kata Misnar. []
Editor: Mardhatillah