Bagi masyarakat Tanoh Gayo, aktivitas mencari ikan depik sudah menjadi mata pencaharian mereka, sekaligus kegiatan merawat budaya. Jaring-jaring diangkat, lalu ikan khas danau itu diangkut ke dalam sampan. Pada Juni dan Juli, ikan depik memang sedang banyak-banyaknya. Aktivitas menjaring ikan depik yang dilakukan secara turun temurun ini dikenal sangat ramah lingkungan karena tidak merusak ekosistem danau.
Sabardi menyebutkan, aktivitas menjaring ikan depik umumnya banyak dilakoni warga usai subuh. Mereka selalu memasang jaring ikan pada sore hari dan mengambil hasilnya pada besok subuh.
“Sebelumnya, tradisi menangkap ikan depik ini dilakoni warga turun temurun dengan menggunakan didisen. Sejenis perangkap ikan depik yang kini sudah tinggal sejarah,” ujar Sabardi.

Selain depik, ada beberapa jenis ikan air tawar lain. Misalnya ikan mas, mujair, nila dan ikan relo. Ikan-ikan ini dibudidayakan dalam keramba-keramba yang dipasang di sepanjang sisian danau.
Sabardi menyebutkan, ikan depik yang dijual di pasar terbagi dua jenis, yakni jenis basah dan kering. Untuk depik basah harganya berkisar Rp 120 hingga Rp150 ribu per bambu. Sementara ikan jenis depik kering harganya berkisar Rp 160 hingga Rp 200 ribu per bambu.
“Satu bambu takarannya satu liter. Mahal atau murahnya harga ikan depik ini tergantung musim,” ujarnya lagi.