
Dalam Qanun Nomor 08 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal, MPU Aceh melalui Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-Obatan (LPPOM) Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh memiliki kewenangan dalam perlindungan konsumen dan pelaku usaha secara syariah.
Untuk itu, kata Abiya, MPU Aceh terus mendorong para pelaku usaha dan UMKM untuk melakukan sertifikasi halal versi MPU, untuk didata dan di sertifikasi produk-produknya sesuai syariah. “Kita sangat menghimbau kepada para pengusaha baik UMKM maupun usaha lainnya agar melakukan upaya-upaya untuk melakukan sertifikat halal ini, agar usaha kita berkah, karena prinsip orang Aceh, ‘ta meharta mangat berkah dan berkah itu ada pada makanan yang halal,” ujar Abiya Hatta.
Tak hanya mendorong pelaku UMKM dalam mendapatkan sertifikasi halal dari MPU terhadap produk-produk UMKM, produk berupa makan juga harus mendapatkan izin kelayakan dari Dinas Kesehatan dan BPOM. “Prosedur di Dinas Kesehatan untuk mendapatkan izin kelayakan terhadap makanan juga harus dilakukan. Makanan seperti telur, daging, yang memiliki resiko tinggi kita akan usulkan ke BPOM untuk pengurusan izinnya,” sebut Kasie Kesling dan Kesjaor Dinkes Bireuen, Kusna Rohana SKep.
Ia mencontohkan, Bireuen memiliki banyak sekali produk sirup, dalam hal ini Dinkes Bireuen mengarahkan mereka ke BPOM untuk sertifikasi kelayakan makanan.
Sementara itu, Kadikop UKM Bireuen Irfan MPd menyoroti pentingnya produk UMKM memiliki Nomor Induk Berusaha atau NIB. “NIB merupakan identitas izin usaha yang diterbitkan lembaga OSS yang berada di bawah Badan Koordinasi Penanaman Modal. NIB berfungsi sebagai Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional sesuai dengan bidang usahanya,” kata Irfan dalam talk show UMKM tersebut.
Menurutnya, para pelaku UMKM harus memiliki NIB untuk memudahkan mereka dalam mendapatkan fasilitas dari Pemerintah. “Memang NIB ini bukan merupakan suatu keharusan namun mempermudah dalam pengembangan produk-produk UMKM,” sebut Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Bireuen ini.