HABADAILY.COM - Dari tahun ke tahun, angka perceraian terus meningkat di Aceh. Sepanjang 2019, hingga Oktober tercatat 4.824 kasus yang didominasi gugat cerai oleh isteri.
Penyebabnya beragam, mulai perselingkuhan, persoalan ekonomi, KDRT hingga perbedaan akidah. Umumnya dipengaruhi media sosial.
Kurang lebih tiga tahun, Nisa (36 tahun, bukan nama sebenarnya) menutupi kisruh di rumah tangganya agar tak sampai di telinga keluarga besar. Semula ia merasa malu, “hitungannya pernikahan saya sudah 11 tahun, anak juga masih kecil. Apa kata orang kalau kami bercerai,” ujar perempuan itu, Rabu, pekan lalu.
Keduanya tak pernah berhenti berselisih. Kendati Nisa sangat berhati-hati menceritakan masalah pribadinya, ia bersedia membeberkan penyebab keretakan rumah tangganya. Sebelum bercerita, Nisa berulang kali meminta agar identitasnya tak diungkapkan, baik nama dan alamat tinggalnya. Bahkan beberapa bagian cerita ia minta supaya tak dituliskan. “Suami saya selingkuh,” katanya singkat.
Ini ketahuan setelah ia diam-diam mengecek ponsel sang suami. Setiap penjelasan tak diterimanya mentah-mentah, dan ia mulai menelusuri sendiri. Dari sanalah Nisa mendapat kenyataan pahit.
Perselingkuhan itu rupanya sudah berlangsung beberapa tahun. Ia mengaku hidupnya tak pernah normal setelah itu, karena mulai sering depresi dan masuk rumah sakit. Tak tahan selalu bergelut dalam pertengkaran, Nisa pun mendatangi beberapa sahabat yang ia percaya, termasuk juga guru agama tempatnya mengikuti kajian rutin.
“Saya meminta saran dan masukan orang terdekat.” Saat terakhir kali ditemui, Nisa menyatakan siap mengajukan gugatan cerai ke Mahkamah Syariah, pekan depan.
Tak banyak yang ingin ia beberkan. Namun, keputusan hidup yang dijalani Nisa setidaknya menguak satu dari rangkaian persoalan terkait rapuhnya ketahanan keluarga di Aceh, dengan berbagai sebab.
Bersambung ………
Artikel Ini Sudah Tayang di Media Cetak : HD Indonesia Edisi : 08 (16-30 NOVEMBER 2019)