HABADAILY.COM - Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bagi banyak orang, platform seperti Facebook, X (sebelumnya Twitter), dan Instagram menjadi tempat pelarian untuk mengatasi rasa kesepian.
Melalui berbagai konten yang tersedia, pengguna bisa mencari teman baru dan mengikuti perkembangan terkini dari figur publik favorit mereka. Namun, apakah penggunaan media sosial benar-benar membantu mengurangi kesepian, atau justru sebaliknya?
Kompas mengutip Forbes pada Selasa (21/5/2024), mengungkapkan pandangan psikolog Mark Travers mengenai fenomena ini. Travers menjelaskan bahwa meskipun media sosial dapat memberikan hiburan dan informasi, penggunaannya yang berlebihan justru bisa memperparah rasa kesepian.
Hal ini disebabkan oleh berkurangnya interaksi langsung dengan orang-orang di sekitar, yang sangat penting untuk kesehatan mental dan emosional.
Lebih jauh, media sosial sering kali menciptakan ilusi keterhubungan. Tanpa isyarat nonverbal, kehadiran fisik, dan keintiman emosional, hubungan yang terbentuk di media sosial cenderung dangkal dan kurang bermakna.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Social and Clinical Psychology menegaskan bahwa membatasi waktu bermain media sosial hingga 10 menit per hari dapat secara signifikan mengurangi perasaan kesepian dan depresi.
Untuk mengatasi kesepian akibat penggunaan media sosial, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Pertama, batasi waktu penggunaan. Mengatur waktu bermain media sosial hingga maksimal 30 menit per hari dapat memberikan dampak positif. Dengan begitu, individu dapat lebih fokus pada interaksi tatap muka dan membangun hubungan yang lebih nyata.
Selain itu, meminta bantuan dari praktisi kesehatan mental juga bisa menjadi solusi. Terapis mungkin akan menyarankan untuk membuat jadwal penggunaan media sosial dan mencari aktivitas alternatif yang dapat mengisi waktu luang.
Dengan cara ini, ketergantungan pada media sosial dapat dikurangi, dan keseimbangan antara kehidupan online dan offline bisa lebih terjaga.
Fenomena lain yang muncul dari penggunaan media sosial adalah pengawasan sosial (social surveillance). Pengguna sering kali merasa tertekan untuk menghadirkan versi diri yang sempurna di dunia maya, sambil terus memantau unggahan orang lain. Kondisi ini dapat merusak kesehatan mental, karena dorongan untuk mengejar norma-norma sosial dan popularitas lebih diutamakan daripada kejujuran pada diri sendiri.
Penelitian dalam Journal of Psychology menunjukkan bahwa fenomena ini dapat menimbulkan perasaan tidak mampu dan keragu-raguan. Individu sering kali merasa cemas tentang bagaimana unggahan mereka akan diterima oleh teman-teman mereka, yang pada akhirnya dapat mengikis rasa percaya diri.
Penting untuk diingat bahwa validasi dari versi diri yang tidak autentik hanya akan terasa hampa dan palsu. Media sosial seharusnya dilihat sebagai alat untuk menghubungkan diri dengan orang lain, bukan sebagai ukuran utama kebahagiaan dan keberhasilan.
Dengan memahami dan mengatur penggunaan media sosial, kita bisa mengurangi rasa kesepian dan membangun hubungan yang lebih bermakna dalam kehidupan nyata. []
Editor: Mardhatillah