
Selanjutnya Pasal 18 ayat (5) Qanun Aceh No. 11 Tahun 2019 tersebut juga mengamanatkan Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Konflik Satwa Liar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh.
Ia menerangkan, PKMBP tersebut merupakan wujud manifestasi dedikasi serta kontribusi USK sebagai 'Jantong Hatee Rakyat Aceh' dalam melaksanakan salah satu dharma dari Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu dharma bidang pengabdiaan kepada masyarakat, selain dharma bidang pendidikan dan penelitian.
"PKMBP yang dilaksanakan Tim USK ini dimulai dari melakukan konsolidasi serta diskusi/tampung pendapat awal dengan sejumlah stakeholder di Aceh, diantaranya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus kerjanya pada isu lingkungan hidup, kehutanan dan satwa liar," sebut Ketua Tim.
Ikut terlibat pula sejumlah instansi Pemerintah Aceh terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dan Bandan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Kemudian instansi vertikal terkait yang ada di Aceh yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Aceh, sejumlah akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Pante Kulu dan akademisi dUSK.
"Tim PKMBP USK juga telah melakukan monitoring terkait dampak konflik satwa liar terhadap masyarakat di 2 kabupaten/kota di Aceh yang dinilai rentan, yaitu Kabupaten Jantho dan Kabupaten Nagan Raya," ungkap Rosmawati, anggota Tim USK.