
Sudah 10 tahun lebih, Unesco menetapkan Tari Saman sebagai warisan budaya tak benda dunia. Kini, tarian asal Aceh ini semakin memperkuat eksistensi budaya Indonesia di tengah peradaban masyarakat internasional.
Penetapan Tari Saman sebagai warisan budaya tak benda dunia diputuskan dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah Unesco yang berlangsung di Nusa Dua, Bali pada 24 November 2011.
Sidang tersebut diikuti kurang lebih 400 peserta dari 137 negara. Dalam sidang tersebut, Tari Saman dipertontonkan kepada seluruh peserta dan mengundang decak kagum dunia.
Alhasil, Tari Saman resmi masuk ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) Unesco. Jauh sebelum ditetapkan warisan budaya tak benda dunia, popularitas Tari Saman terus berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas, baik di dalam negeri maupun manca negara.
Di era teknologi digital, Tari Saman semakin mendapat tempat terbaik di kalangan masyarkat dunia. Di dalam negeri juga, Tari Saman telah mencetak rekor MURI melalui beberapa event besar yang diselenggarakan di Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh.
Rekor MURI tersebut juga didapat dari Pagelaran Saman Massal pada tahun 2015 dengan jumlah penari lebih dari 5001 orang dan pada tahun 2017 Pagelaran Saman Massal dengan jumlah penari sebanyak 12.277 orang.
Aminullah, Ketua Umum Duta Saman Institute (DSI), mengatakan sejumlah event rutin tahunan Tari Saman selalu diselenggarakan di berbagai daerah di Aceh seperti Banda Aceh, Gayo Lues dan kabupaten/kota lainnya. “Tari Saman juga sering mengisi beberapa hajatan besar skala nasional dan internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri,” sebutnya.
Namun, selama masa pandemi Covid-19 melanda seluruh negara termasuk Indonesia, berbagai kegiatan sosial dan budaya menjadi terhenti secara luring. “Jadi, semala pandemi ini pertunjukan Tari Saman hanya dilakukan secara daring dan menghiasi berbagai platform media digital,” katanya.
Meski bagitu, menurut Aminullah, sejauh ini pemahaman masyarakat umum tentang Saman masih banyak yang kurang tepat. Karenanya, dibutuhkan suatu inovasi kegiatan dan ide kreatif sebagai upaya pelestarian Tari Saman kepada masyarakat seantero Nusantara dan Dunia.
Melalui momentum 10 tahun Tari Saman yang masuk ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) Unesco, Duta Saman Institute mengajak masyarakat untuk lebih mengenal Tari Saman sebagai warisan budaya dunia.
“Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bangkit memajukan Kebudayaan Indonesia khususnya Tari Saman dengan membangun ekosistem pengembangan dan pemanfaat Tari Saman,” kata Aminnulah.
Pada peringatan 10 tahun Tari Saman, 24 November 2021 lalu, SDI menggelar sejumlah kegiatan. Antara lain Training of Trainers (ToT) Virtual Tari Saman, Peluncuran Buku dan Video Panduan Tari Saman, Peluncuran Jejaring Pelatih Tari Saman yang tersebar di beberapa provinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan pembukaan Pelatihan Saman Massal Virtual.
Perayaan ini diikuti oleh diikuti oleh sekolah, sanggar tari dan komunitas seni yang tersebar di beberapa provinsi di seluruh Indonesia. Peringatan 10 tahun Tari Saman juga ditutup dengan acara puncak yang digelar secara virtual pada 27 November 2021. Rangkaian kegiatan tersebut disiarkan melalui Live YouTube di channel Duta Saman.
“Kita mengharapkan kegiatan tersebut menjadi pintu gerbang dalam pemajuan dan pengembangan Tari Saman ke depan, sehingga dapat memberikan dampak positif kepada seluruh stakeholder,” ujar Aminnulah.
Misalkan irama-irama tertentu diotak-atik sedikit namun keaslian daripada budaya itu tidak diubah sama sekali, itu sah-sah saja,” katanya.
Bagi Tarmizi, bukanlah suatu masalah jika menggabungkan seni masa kini dan masa lalu dengan maksud untuk memperbaharui. Namun, terpenting nilai-nilai dari sejarah dan budaya itu sendiri tetap terjaga.
“Ya, seni itu harus dinikmati oleh semua kalangan sesuai selera sanubari insan masing-masing. Jadi tak masalah jika ada pembaruan sedikit,” katanya.
Dia juga mengingatkan, di era teknologi informasi banyak sekali budaya dari luar yang masuk dan diterima dengan mudah oleh genarasi saat ini.
“Padahal kita memiliki banyak sekali budaya yang umumnya masih kurang disosialisasikan kepada masyarakat,” tambahnya.
Dalam hal ini, Tarmizi mengatakan pentingnya digelar pelatihan atau pelaksanaan event lokal secara rutin yang mengangkat nilai budaya daerah, dan lainnya. “Ini juga sebagai bagian melestarikan warisan budaya, termasuk Tari Saman yang telah ditetapkan Unesco sebagai warisan budaya tak benda dunia,” tandasnya.
HARI SAMAN INTERNASIONAL
Setelah Unesco menetap Tari Saman sebagai warisan budaya tak benda dunia pada 24 November 2011, kemudian tanggal bersejarah itu diperingati sebagai Hari Saman Internasional.
Setidaknya, setiap 24 November Pemkab Goyo Lues menggelar acara Peringatan Hari Saman Internasional. Seperti pada momen peringatan yang digelar 24 November 2021, Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan penetapan bersejarah 10 tahun lalu itu merupakan akhir dari sebuah perjuangan yang cukup panjang karena melalui proses verifikasi yang cukup berliku.
Gubernur menegaskan, Tari Saman sebagaimana juga tarian Aceh lainnya merupakan bagian dari warisan budaya Aceh yang tidak ternilai dan mesti terus dijaga dan dilestarikan.
“Untuk itu, melalui momen peringatan ditetapkannya Tari Saman sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco PBB yang ke 10, mari terus kita tingkatkan komitmen kesungguhan dan kerja keras untuk menjaga dan mengembangkan berbagai bentuk kesenian yang ada di Aceh sebagai khazanah warisan budaya endatu agar lestari sepanjang masa,” ajak Guubernur Aceh.
Atas nama pemerintah dan seluruh rakyat Aceh, Nova Iriansyah mengucapkan selamat kepada Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan seluruh masyarakat Aceh atas perayaan 10 tahun ditetapkannya Tari Saman sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco.
SEKILAS TARI SAMAN
Masyarakat Asia Tenggaran tentu masih ingatkah dengan tarian pembuka yang meriah saat Asian Games 2018 lalu. Adalah Tari Saman, tarian tradisional Indonesia yang khas dengan penarinya yang kompak meski terkadang dilakukan secara massal.
Tari saman berasal dari Provinsi Aceh. Tarian ini semula dibawakan oleh suku Gayo untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting terkait adat setempat. Syair yang mengiringi tarian ini juga menggunakan bahasa Gayo dan bahasa Aceh pesisir.
Konon, Suku Gayo disebutkan sebagai suku tertua di wilayah Aceh. Sebagian besar suku ini menempati wilayah Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Gayo Lues. Dalam kesehariannya, suku Gayo terkenal dengan suku yang suka berkelompok.
Dikutip dari buku Mengenal Kesenian Nasional 11: Tari Saman oleh N. Fardhilah, tarian asal Serambi Mekkah ini dikembangkan oleh ulama besar dari Gayo di Aceh Tenggara, Syekh Saman. Tari Saman merupakan pengembangan dari permainan rakyat, Tepuk Abe.
Tepuk Abe sangat diminati masyarakat Aceh pada saat itu. Kondisi ini membuat Syekh Saman mengembangkan tari Tepuk Abe dengan menyisipkan syair-syair yang berisi pujian kepada Allah SWT. Tarian ini kemudian menjadi salah satu media dakwah pada saat itu.
Sumber lain menyebutkan, kemungkinan besar tari tradisional ini berasal dari kesenian Melayu Kuno.
Pendapat ini diperkuat dengan unsur gerak khas tepuk dada dan tangan yang merupakan ciri khas kesenian Melayu Kuno. Pada awalnya tari saman hanya dilakukan oleh laki-laki tidak lebih dari 10 orang.
Seiring berkembangnya waktu, tarian ini dilakukan oleh banyak penari dan juga penari perempuan. Tari saman membawa beberapa nilai. Mulai dari pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.
Sebelum tarian ini dimulai, pemuka adat atau yang biasa disebut syekh akan tampil mengiringi nyanyian untuk mewakili masyarakat setempat dengan memberikan nasehat kepada para pemain dan penonton. Uniknya, penonton tidak akan menemukan instrumen apapun kecuali irama yang berasal dari nyanyian para penari.
Penari akan bertepuk tangan, tepuk paha, tepuk dada, dan lantai untuk menyelaraskan gerakan dengan diiringi syair lagu sendiri. Syairnya pun berisikan pesan moral ajaran Islam yang bisa diresapi oleh penonton.
Dilansir situs Departemen Bahasa Arab Universitas Pendidikan Indonesia(UPI), ada aturan yang harus ditaat dalam menyanyikan lagu tarian saman. Antara lain sebagai berikut:
1. Rengum, yakni pembukaan atau mukaddimah dari tari saman yang diawali oleh pemandu tari.
2. Dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan nada pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tarian.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara yang panjang tinggi melengking, biasanya digunakan sebagai tanda perubahan gerakan.
5. Saur atau lagu yang diulang oleh semua penari setelah dinyanyikan oleh salah satu seorang penari solo. Setelah melewati tahapan panjang, Tarian Saman kemudian ditetapkan oleh Unesco sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tanggal 24 November 2011 lalu. Kini, tarian asal Aceh ini semakin memperkuat eksistensi budaya Indonesia di tengah peradaban masyarakat internasional.(**)