Seorang Ibu Pasien BPJS Aceh Gugat Presiden

August 27, 2015 - 16:14
ilustrasi internet @habadaily.com

HABADAILY.COM - Ratna Wati (38), warga Neuhen, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar menggugat Presiden RI dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pusat. Gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri  (PN) Banda Aceh, Kamis (27/8/15).

Penggugat (Ratna Wati) merupakan ibu M. Aidil (7),  pasien gangguan perkembangan bicara yang berobat di RSUZA Banda Aceh. Namun tidak mendapat pelayanan sesuai aturan pada program BPJS sebagaimana dituangkan pemerintah (Presiden) dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial.

Dalam gugatan yang diterima Panitra Muda Perdata (Panmud ) PN Banda Aceh, Sanusi itu dirincikan, Presiden RI melalui Dirut RSUZA (tergugat satu) dan Direktur BPJS Pusat melalui Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banda Aceh (tergugat dua). Penggugat juga menguraikan sejumlah aturan hukum tentang BPJS dalam gugatannya. 

Untuk mengadvokasi perkara perdata tersebut penggugat diwakili oleh kuasa hukumnya Safaruddin, Deny Agustiar, Tudhistira Maulana, Fachrurrazi dan Rifa Chinitya dari Yayasa Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Banda Aceh.

Pada salinan gugatan disebutkan,  anak penggugat M. Aidil dibawa berobat ke RSUZA menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan yang kepesertaannya telah dielegalitas BPJS, 12 Januari 2015, tetapi tidak mendapat pelayanan maksimal oleh pihak tergugat.

Menurut penggugat, M. Aidil yang menderita gangguan perkembangan bicara, membutuhkan alat bantu dengar full digital dan Ultra Fower 3 series i70 P+ (plus). Hal tersebut sesuai rekomendasi dokter pemeriksaan Mitra Eartec Banda Aceh.

“Maka penggugat meminta tergugugat untuk memberikan alat medis habis pakai berupa alat bantu dengar full digital dan Ultra Fower 3 series i70 P+ sesuai hasil pemeriksaan Mitra Eartec banda Aceh kepada anak penggugat,” tulis pengggugat dalam gugatan.

Penggugat meminta itu karena sesuai pedoman Pelaksananaan Program Jaminan Kesehatan Nasional menyebutkan, setiap peserta BPJS Kesehatan tidak boleh di pungut iuran apapun (tindakan medis, obat-obatan dan bahan habis pakai) oleh rumah sakit.

Namun demikian, permintaan itu ditolak tergugat meskipu tergugat telah berulang kali menemui para pekerja tergugatuntuk mencari solusi atas permasalahan yang dibutuhkan oleh M Aidil anak penggugat tersebut.

“Tetapi hingga sekarang permintaan itu tidak dikabulkan padahal alat bantu dengar tersebut seharusnya sudah di berikan dan di pasang di telingan anak penggugat pada April 2015,” rincinya dalam gugatan.

Karena hal ini tak kunjung direalisasikan oleh para tergugat, maka tergugat (Ratna Wati) menggugat para tergugat ke pengadilan dan meminta majelis hakim PN Banda Aceh mengabulkan gugatannya dan menghukum para tergugat. []

© 2025 PT Haba Inter Media | All rights reserved.