HABADAILY.COM - Provinsi Aceh menghadapi berbagai tantangan terkait ketersediaan air dan layanan sanitasi yang aman, terutama akibat dampak perubahan iklim.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Bencana Indonesia (DiBI), Aceh memiliki 11 potensi bencana alam, termasuk banjir, kekeringan, gempa bumi, dan tanah longsor.
Dampak dari perubahan iklim ini mengakibatkan sering terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, yang mempengaruhi akses masyarakat terhadap layanan air dan sanitasi.
“Perubahan iklim telah meningkatkan risiko bencana di Aceh, termasuk gangguan terhadap layanan sanitasi,” ujar Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh, T Robby Irza dalam orientasi ‘Kerangka Kerja Air Minum dan Sanitasi Berketahanan Iklim’, Kamis lalu.
Orientasi tersebut diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman melalui Yayasan Aceh Hijau (Yahijau) bekerja sama dengan UNICEF, di Ruang Aula Dinas Perkim Aceh.
Dina Feriana, Sekretaris Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh, menyampaikan bahwa akses terhadap sanitasi di Aceh pada tahun 2023 hanya mencapai 78,85 persen, sementara akses air minum mencapai 89,74 persen.
Meskipun demikian, akses terhadap sanitasi yang dikelola secara aman hanya 17,2 persen.
“Data ini menunjukkan kurangnya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang layak di banyak kabupaten/kota di Aceh, yang memperburuk kondisi sanitasi,” terangnya.
UNICEF Indonesia, melalui perwakilannya Maraita Listyasari dalam kesempatan itu menggarisbawahi pentingnya penguatan ketahanan iklim untuk sistem sanitasi.
Maraita menjelaskan bahwa perubahan pola cuaca akibat perubahan iklim mengakibatkan kejadian iklim ekstrem semakin sering terjadi, yang memicu berbagai masalah kesehatan terkait sanitasi.
“Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membangun sistem sanitasi yang berkelanjutan, aman, dan tahan terhadap bahaya iklim,” ucap Maraita.
Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh berharap bahwa semua pihak, terutama pemerintah kabupaten/kota di Aceh, meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan komitmen terhadap air minum dan sanitasi yang berketahanan iklim.
Implementasi perencanaan di bidang ini diharapkan dapat mendukung pencapaian target Pemerintah Aceh pada tahun 2024, yaitu 100 persen rumah tangga memiliki akses air minum layak, 15 persen akses air minum aman, dan 70 persen akses air minum melalui jaringan perpipaan. []