HABADAILY.COM – Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Suhendri, sebagai tersangka tindak pidana korupsi pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Dalam keterangan resmi Kejati Aceh, Selasa (16/7/2024), Kasi Penkum, Ali Rasab Lubis menjelaskan, proyek pengadaan itu total pagu anggarannya sebesar Rp15,7 miliar yang bersumber dari APBA Perubahan tahun 2023.
Baca juga: Ketua BRA Jadi Tersangka Pengadaan Bibit Ikan Rp15 Miliar
Berdasarkan hasil ekspose pada 9 Juli lalu, selain Ketua BRA, penyidik Kejati Aceh juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka, yakni ZF (wiraswasta), Mhd (PNS pada Sekretariat BRA), M (PNS pada Sekretariat BRA), ZM (wiraswasta), dan HM (wiraswasta).
Ali menjelaskan peran masing-masing tersangka, yakni SH selaku Ketua BRA, lalu ZF selaku koordinator/penghubung Ketua BRA, Mhd selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pengadaan itu, lalu M selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Selanjutnya penyidik juga menetapkan tersangka ZM selaku peminjam perusahaan untuk pelaksanaan proyek, dan HM selalu koordinator/penghubung rekanan penyedia.
Kasus ini bermula dari alokasi anggaran dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPA-P) TA 2023 oleh BRA, dengan kode rekening 5.1.05..05.02.0002 untuk kegiatan belanja hibah barang kepada badan atau lembaga nirlaba sukarela dan sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar.
Total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp15,7 miliar dengan rincian paket pekerjaan melalui metode pemilihan secara e-purchasing.
Kejati menjelaskan, selama penyelidikan, ditemukan bahwa pengadaan bantuan untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur itu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Penyidik lalu menggali keterangan dari Sekretariat BRA, para anggota dari sembilan kelompok penerima bantuan, dan kepala desa. Faktanya, sembilan kelompok masyarakat tersebut tidak pernah menerima bantuan bibit dan pakan, serta tidak ada penandatanganan berita acara serah terima. Namun, pembayaran 100 persen telah dilakukan Sekretariat BRA.
Sementara bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan saksi ahli dan dokumen sudah memperjelas adanya pelanggaran dalam pengadaan tersebut. Tindakan para tersangka diduga melanggar berbagai ketentuan, termasuk Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan beberapa pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta berbagai peraturan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah.
Kerugian negara yang dihitung oleh auditor sebesar Rp15,39 miliar, berdasarkan nilai pencairan yang masuk ke rekening masing-masing perusahaan terkait, setelah dikurangi potongan infaq dan PPh Pasal 22.
Sebelum ditetapkan tersangka, penyidik telah lebih dulu memanggil keenam orang itu untuk diperiksa sebagai saksi.
“Namun dari enam orang itu, yang memenuhi panggilan hanya empat orang yaitu Mhd, M, ZM, dan HM, sedangkan SH dan ZF tidak datang memenuhi panggilan tersebut,” terang Ali.
Usai penetapan tersangka, Kejati bakal menindaklanjuti pemanggilan kembali terhadap Ketua BRA dan koordinator penghubungnya untuk diperiksa lebih lanjut.
“Akan dilakukan pemanggilan kembali keduanya sebagai tersangka dalam waktu dekat,” pungkas Ali Rasab. []
Editor: Mardhatillah