Kasus ini bermula dari alokasi anggaran dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPA-P) TA 2023 oleh BRA, dengan kode rekening 5.1.05..05.02.0002 untuk kegiatan belanja hibah barang kepada badan atau lembaga nirlaba sukarela dan sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar.
Total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp15,7 miliar dengan rincian paket pekerjaan melalui metode pemilihan secara e-purchasing.
Kejati menjelaskan, selama penyelidikan, ditemukan bahwa pengadaan bantuan untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur itu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Penyidik lalu menggali keterangan dari Sekretariat BRA, para anggota dari sembilan kelompok penerima bantuan, dan kepala desa. Faktanya, sembilan kelompok masyarakat tersebut tidak pernah menerima bantuan bibit dan pakan, serta tidak ada penandatanganan berita acara serah terima. Namun, pembayaran 100 persen telah dilakukan Sekretariat BRA.
Sementara bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan saksi ahli dan dokumen sudah memperjelas adanya pelanggaran dalam pengadaan tersebut. Tindakan para tersangka diduga melanggar berbagai ketentuan, termasuk Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan beberapa pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta berbagai peraturan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah.
Kerugian negara yang dihitung oleh auditor sebesar Rp15,39 miliar, berdasarkan nilai pencairan yang masuk ke rekening masing-masing perusahaan terkait, setelah dikurangi potongan infaq dan PPh Pasal 22.