HABADAILY.COM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat mayoritas pemain judi online di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpengahasilan rendah.
Melansir Tempo, Sabtu (6/7/2024), pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy menilai fenomena itu disebabkan dua faktor.
Baca Juga:Strategi Berantas Judi Online di Banda Aceh Harus Terintegrasi
“Pertama dari sisi bandar judi, mereka memang menyasar pada orang yang gampang ditipu. Dan orang miskin umumnya tidak memiliki pendidikan yang memadai, jadi mudah ditipu,” ujar Rissalwan kepada Tempo.
Kedua, si penjudi atau korban ingin mendapatkan keuntungan secara instan. Dia menilai hal itu sebagai hal yang wajar karena memang manusia pada prinsipnya merupakan makhluk yang memiliki harapan atau creature of hope.
Baca Juga: Antisipasi Judi Online, Polsek Banda Sakti Periksa Ponsel Anggota secara Intensif
“Mereka berharap bisa keluar dari kemiskinan dengan mengadu peruntungan di judi online,” tuturnya.
Padahal, kata Rissalwan, algoritma judi sebenarnys tidak mungkin membuat untung karena dari 10 kali berjudi, maksimal hanya 2 kali bisa menang.
Karena itu, dia menilai pemerintah seharusnya melakukan pencegahan untuk mengendalikan sisi permintaannya. “Dari sisi demand, tingkat pendidikan masyarakat miskin harus ditingkatkan agar mereka tahu bahaya judi,” kata dia.
Baca Juga: Polisi Intensifkan Razia Warkop Jaring Pelaku Judi Online di Banda Aceh
Sementara dari sisi penawaran, pemerintah dan aparat keamanan harus lebih serius mencegah provider dan situs-situs judi online ini. “Kemenkominfo, cybercrime polri, BIN, dan BSSN harus bekerja sama untuk menyapu bersih penyedia judi online ini.”
Sebelumnya PPATK menyatakan mencatat 3,4 juta warga Indonesia teridentifikasi bermain judi online.
Dari jumlah itu, 80 persen di antaranya merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, PPATK juga menyatakan sebagian besar para pemain judi online terjerat pinjaman online. []
Sumber: Tempo