HABADAILY.COM – Faktor fear of missing out (FOMO) atau ‘ketakutan akan ketinggalan’ menjadi salah satu pemicu utama orang menjadi pecandu judi online. Sosiolog Universitas Padjadjaran Hery Wibowo mengungkapkan bahwa cara pikir tersebut kian masif membuat masyarakat merasa tertinggal jika tidak ikut mencoba judi online.
"Orang merasa tertinggal jika tidak ikut mencoba. Yang lain sudah coba, kenapa saya belum?" ungkap Hery, melansir CNN Indonesia, Jumat (14/6/2024).
Memang, judi online kini marak jadi perbincangan. Banyak orang terjun ke dalam lingkaran ini meski telah kalah berulang kali. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Indonesia menembus rekor tertinggi transaksi judi online mencapai Rp327 triliun pada tahun 2023. Jumlah ini meningkat signifikan sebanyak 213 persen pada tahun 2022 dengan total sebanyak Rp104,41 triliun.
Hery juga menilai bahwa faktor ekonomi bukan satu-satunya hal yang mendorong orang terus-menerus melakukan judi online.
"Jadi judi ini tidak harus kaitannya dengan ekonomi. Jadi tidak lagi memikirkan untung rugi, tapi memacu adrenalinnya sehingga ada kepuasan tertentu setelah mengikuti itu," jelas Hery.
Ia juga menyoroti peran teknologi yang semakin masif. Akibatnya, judi online menjadi semakin merajalela karena semua orang dapat mengakses dan menyebarluaskan situs judi online.
Apalagi, peran selebriti dan influencer turut andil dalam menyebarkan judi online, yang semakin menarik masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Pengaruh dan ajakan yang berulang-ulang membuat judi online terlihat semakin rasional bagi banyak orang. "Ini semua orang pake kok, ini temen saya pake kok, ini tetangga saya juga ikut kok," tutur Hery.
Dalam kesempatan berbeda, psikolog di Unit Anak dan Remaja Sajiva RSK Jiwa Dharmawangsa Mira Amir mengatakan, gangguan perjudian atau gambling disorder umumnya terjadi tanpa terkendali.
Berjudi, lanjut Mira, didorong juga oleh sifat dasar manusia yang selalu mencari kepuasan. Sering kali, hal tersebut dilandasi oleh rasa penasaran yang tinggi.
"Tapi sebenarnya, mereka [orang yang berjudi] menaruh harapan untuk bisa mendapatkan yang lebih lagi, lebih lagi. Itu, sih, basic di manusia," ujar Mira.
Menghentikan kebiasaan berjudi sendiri, lanjut Mira, tak semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan terapi yang panjang, apalagi jika seseorang tersebut sudah masuk dalam taraf 'kecanduan' judi.
"Untuk mencegah biar berhenti kayaknya enggak cukup dinasihati ya. Harus ada treatment-nya dan bisa panjang, karena kita harus melihat kondisi psikologisnya untuk memenuhi kekosongan dalam dirinya itu," tutup Mira. []
Sumber: CNN Indonesia