Sidang Saiful Mahdi, Ahli Kominfo RI: Kritik Tak Bisa Dijerat UU ITE

February 19, 2020 - 20:26
Sidang kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa Saiful Mahdi di PN Banda Aceh, Selasa (18/2/2020). (Foto/Ist)
1 dari 3 halaman

*Diskusi Bertema 'Kebebasan Akademik' di Fakultas Hukum Dibatalkan

HABADAILY.COM - Sidang kasus pencemaran nama baik yang menjerat dosen FMIPA Universitas Syiah Kuala, Dr. Saiful Mahdi, Selasa (18/2/2020) di Pengadilan Negeri Banda Aceh, kembali menghadirkan sejumlah saksi ahli dari pihak kuasa hukum terdakwa.

Ada tiga ahli yang dimintai keterangannya, yakni Totok Suhardijanto M.Hum (pakar linguistik dari Universitas Indonesia), Prof. Henri Subiakto (staf ahli Kementerian Komunikasi dan Informasi RI), dan terakhir Dr. Ahmad Sofian (ahli pidana dari Binus University).

Totok Suhardijanto yang dihadirkan pertama menjelaskan analisisnya terkait teks pesan Saiful Mahdi di grup WhatsApp 'UnsyiahKITA', yang selama ini dijadikan bukti pencemaran nama baik oleh pelapornya, yang tak lain Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufik Saidi. Totok mengatakan, teks itu tidak dapat dikategorikan sebagai penghinaan.

"Dari segi linguistik, pesan Saiful Mahdi harus dipahami sebagai kritik, dan bukan pencemaran nama baik," simpulnya.

Setiap kalimat teks WhatsApp itu dirincikannya. Seperti 'kabar duka' dan 'matinya akal sehat' yang menurut Totok adalah frasa yang metaforis, “yang artinya digunakan tidak secara langsung atau disampaikan sebagai perantara sesuatu yang lain,” ujar Totok. Menurutnya, ucapan semacam itu lumrah digunakan dalam kritik di ranah politik atau pemerintahan, yang dapat dimaknai sebagai ekspresi kekecewaan.

Totok juga melihat bahwa frasa ‘Jajaran Pimpinan FT Unsyiah’ dalam pesan Saiful tidak ditujukan untuk satu orang, namun terhadap kolektif tanpa menyasar pribadi tertentu. Beberapa kalimat lainnya dituliskan dengan gaya retoris, atau dalam bentuk kalimat tanya.

Kalimat retoris merupakan jenis kalimat yang bertujuan mempertanyakan atau mempermasalahkan. “Pokok persoalan yang dipermasalahkan yang menjadi penting, sementara jawabannya sudah menjadi tidak penting lagi. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa pesan ini dimaksudkan sebagai kritik, dan bukan ditujukan untuk pencemaran nama baik.”

Karena itu, Totok berkesimpulan bahwa pesan Saiful Mahdi yang disebarkan via WA seharusnya dipahami sebagai kritik, belum dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum berupa pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 310 (1) KUHP. “Kritik, apalagi di dunia akademik, adalah hal yang wajar dan dilindungi Undang-undang,” tutupnya.

Hendri Subiakto: UU ITE Bukan Dipakai untuk Membungkam Kritik

Persidangan semakin menarik perhatian hadirin, ketika Prof. Henri Subiakto memberikan keterangannya di depan Majelis Hakim. Guru besar Universitas Airlangga yang juga Staf Ahli Menteri Kominfo RI sejak tahun 2007 itu, hadir sebagai saksi ahli dari kuasa hukum Terdakwa. Ia menjelaskan panjang lebar soal pengalamannya terlibat menyusun UU ITE, termasuk penerapan pasal Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, yang menurutnya, “kerap ditafsirkan secara miring untuk menjerat pendapat orang lain.”

Henri menjelaskan, untuk memahami pasal ini, tidak cukup hanya membaca apa yang tertuang di UU ITE semata, namun juga harus memahami konteks dan norma asli yang terkait. Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi sebagai berikut ‘Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’.

Selain menjelaskan satu persatu unsur dalam pasal tersebut, Henri menekankan bagian penting dari kalimat ‘memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik’. Untuk memaknainya, Henri mengatakan, penegak hukum harus mengacu pada ketentuan di KUHP, yakni delik pencemaran nama baik (Pasal 310) dan delik fitnah (Pasal 311). Ketentuan ini ditetapkan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 5O/PUU/Vl/2008.

“Pada esensinya penghinaan atau pencemaran nama baik ialah ‘menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya diketahui umum,” tegasnya.

© 2024 PT Haba Inter Media | All rights reserved.